Thursday, October 25, 2012

Jika kita berbuat dosa

http://sphotos-a.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash3/c0.0.330.330/p403x403/523074_10151075228784355_1923427822_n.jpg


Setiap manusia pernah berbuat dosa dan kesalahan, baik besar ataupun kecil. Rasulullah bersabda,“Setiap anak Adam pernah melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah orang-orang yang bertaubat.” (HR. Ibnu Majah, no, 4251)Bahkan para Nabi pun tidak luput dari kesalahan, dan mereka bertaubat kepada-Nya. Seperti nabi Adam pernah melanggar perintah Allah dengan mende kati pohon larangan, kemudian beliau bertaubat dan berdoa kepada Allah, artinya,“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. al-A’raf: 23)Pada zaman ini, sarana kemaksiatan semakin banyak, orang semakin sulit menghindari racun yang ditimbulkan oleh kemaksiatan tersebut.

Walaupun demikian ada beberapa kiat agar terhindar dari kemaksiatan, yaitu;

1. Menganggap Besar Dosa
Orang yang beriman dan bertakwa selalu menganggap besar dosa-dosa, meskipun dosa yang dilakukan tergolong dosa kecil. Mereka merasa terbebani dengan dosa tersebut dan menganggap besar kekurangan dirinya di sisi Allah.

Ibnu Mas’ud berkata, “Orang beriman melihat dosa-dosanya seolah-olah ia duduk di bawah gunung, ia takut gunung tersebut menimpanya. Sedangkan orang yang fajir (suka berbuat dosa) melihat dosanya seperti lalat yang lewat di depan hidungnya.”

Bilal bin Sa’d mengatakan, “Jangan kamu melihat pada kecilnya dosa, tetapi lihatlah kepada siapa kamu bermaksiat.”

2. Jangan Meremehkan
Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kamu meremehkan dosa, seperti kaum yang singgah di perut lembah. Lalu seseorang datang membawa ranting dan seorang lainnya lagi datang membawa ranting sehingga mereka dapat menanak roti mereka. Kapan saja orang yang melakukan suatu dosa menganggap remeh dosa, maka ia dapat membinasakannya.”(HR. Ahmad dengan sanad hasan)

3. Jangan Mujaharah
Mujaharah adalah melakukan kemaksiatan, dan menceritakan kemaksiatan tersebut kepada manusia. Pelaku maksiat yang mujaharah lebih besar dosanya daripada yang melakukan dosa tanpa mujaharah. Rasulullah bersabda,

“Semua umatku dimaafkan kecuali mujahirun (orang yang terang-terangan dalam bermaksiat). Termasuk mujaharah ialah seseorang yang melakukan suatu amal (keburukan) pada malam hari kemudian pada pagi harinya ia membeberkannya, padahal Allah telah menutupinya, ia berkata, ‘Wahai fulan, tadi malam aku telah melakukan demikian dan demikian.’ Pada malam hari Tuhannya telah menutupi kesalahannya tetapi pada pagi harinya ia membuka tabir Allah yang menutupinya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

4. Taubat Nasuha
Allah berfirman, artinya, “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. an-Nur: 31)

Rasulullah bersabda, “Allah lebih bergembira dengan taubat hamba-Nya tatkala bertaubat daripada seorang di antara kamu yang berada di atas kendaraannya di padang pasir yang tandus. Kemudian kendaraan itu hilang darinya, padahal di atas kendaraan itu terdapat makanan dan minumannya. Ia sedih kehilangan itu, lalu ia menuju pohon dan tidur di bawah naungannya dalam keadaan bersedih terhadap kendaraannya. Saat ia dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba kendaraannya muncul di dekatnya, lalu ia mengambil tali kendalinya. Kemudian ia berkata, karena sangat bergembira, ‘Ya Allah Engkau adalah hambaku dan aku adalah Tuhanmu’. Ia salah ucap karena sangat bergembira.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

5. Mengulangi Taubat
Rasulullah bersabda, “Seorang hamba melakukan dosa, maka ia berkata, ‘Wahai Tuhanku, aku telah melakukan suatu dosa, maka ampunilah!’ Tuhannya berfirman, ‘Hamba-Ku tahu bahwa ia memiliki Tuhan yang akan mengampuni dosanya. Aku telah mengampuni hamba-Ku.’ Kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, maka ia berkata, ‘Wahai Tuhanku, aku telah melakukan dosa lagi, maka ampunilah!’. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku tahu bahwa ia memiliki Tuhan yang akan mengampuni dosanya. Aku telah mengampuni hamba-Ku.’ Kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, maka ia berkata, ‘Wahai Tuhanku, aku telah melakukan dosa kembali, maka ampunilah dosaku!’.Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku tahu bahwa ia memiliki Tuhan yang akan mengampuni dosanya. Aku telah mengampuni hamba-Ku.’ Tiga kali; maka lakukanlah apa yang ia suka.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Ali bin Abi Thalib berkata, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang diuji (dengan dosa) lagi bertaubat.” Ditanyakan, ‘Jika ia mengulangi lagi?’ Ia menjawab, ‘Ia beristighfar kepada Allah dan bertaubat.’ Ditanyakan, ‘Jika ia kembali berbuat dosa?’ Ia menjawab, ‘Ia beristighfar kepada Allah dan bertaubat.’ Ditanyakan, ‘Sampai kapan?’ Dia menjawab, ‘Sampai setan berputus asa.”’

6. Senantiasa Beristighfar
Saat-saat beristighfar:
Ketika melakukan dosa
Setelah melakukan ketaatan
Dalam dzikir-dzikir rutin harian
Beristighfar setiap saat
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya sesuatu benar-benar menutupi hatiku, dan sesungguhnya aku beristighfar kepada Allah dalam sehari 100 kali.” (HR. Muslim, No. 2702)

7. Melakukan Kebajikan Setelah Keburukan
Rasulullah bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, dan iringilah keburukan dengan kebajikan maka kebajikan itu akan menghapus keburukan tersebut, serta perlakukanlah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi. At-Tirmidzi menilai hadits ini hasan shahih)

8. Memurnikan Tauhid
Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Ketika Rasulullah dalam perjalanan pada malam yang berakhir di Sidratul Muntaha, beliau diberi tiga perkara: diberi shalat lima waktu, penutup surat al-Baqarah, dan diampuninya dosa orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun dari umatnya.” (HR. Muslim)

Rasulullah bersabda, “Allah berfirman, ‘Barangsiapa yang melakukan kebajikan, maka ia mendapatkan pahala sepuluh kebajikan dan Aku tambah dan barangsiapa yang melakukan keburukan, maka balasannya satu keburukan yang sama, atau diampuni dosanya. Barangsiapa yang mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta dan barangsiapa yang mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa; barangsiapa yang datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berlari. Barangsiapa yang menemui-Ku dengan dosa sepenuh bumi tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, maka Aku menemuinya dengan maghfirah yang sama.’” (HR. Muslim dan Ahmad)

9. Bergaul Dengan Orang-Orang Shalih
Manfaat bergaul dengan orang shalih:
a.Bersahabat dengan orang-orang baik adalah amal shalih
b.Mencintai orang-orang shalih menyebabkan seseorang bersama mereka di Surga, walaupun ia tidak mencapai kedudukan mereka dalam amal
Manusia itu terdiri dari 3 golongan, yaitu,
- Golongan yang membawa dirinya dengan takwa dan mencegahnya dari kemaksiatan. Inilah golongan terbaik.
- Golongan yang melakukan kemaksiatan dalam keadaan takut dan menyesal. Ia merasa dirinya berada dalam bahaya yang besar, dan ia berharap suatu hari dapat berpisah dari kemaksiatan tersebut.
- Golongan yang mencari kemaksiatan, bergembira dengannya dan menyesal karena kehilangan hal itu.
c. Penyesalan dan penderitaan karena melakukan kemaksiatan hanya dapat dipetik dari persahabatan yang baik.
d. Jika berpisah dengan orang-orang yang baik, maka biasanya akan berteman dengan orang yang buruk dan pelaku maksiat.

10. Jangan Mencela Perbuatan Dosa Orang Lain
Rasulullah menceritakan kepada para shahabat bahwa seseorang berkata, “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan.” Allah berkata, ”Siapakah yang bersumpah atas nama-Ku bahwa Aku tidak mengampuni si fulan? Sesungguhnya Aku telah mengampuni dosanya dan Aku telah menghapus amalmu.” (HR. Muslim).
[Sumber: “Sabiilun Najah min Syu’umil Ma’shiyyah,” karangan Muhammad bin Abdullah ad-Duwaisy, edisi Indonesia: “13 Penawar Racun kemaksiatan,” Darul Haq, Jakarta.].

Thursday, October 18, 2012

Peristiwa di malam pengantin



Kisah seorang gadis muslimah yang menjaga kehormatannya, menutup wajahnya dengan cadar, komitmen dengan agamanya dan begitu mulia budi pekertinya. Dengan karunia dan pengaturan-Nya, Allah lalu mengaruniakannya dengan seorang pria muslim tanpa ia harus menyingkap wajah dan kedua tangannya, atau anggota tubuhnya yang lain sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian pemudi hari ini yang mengaku modern, berbicara bebas, tersenyum dan tertawa di depan kaum pria tanpa beban sama sekali…

Dan tibalah saatnya melewati malam pertama. Kedua pengantin baru itupun masuk ke rumah mereka. Sang istri menghidangkan makan malam untuk suami, dan keduanya pun berkumpul bersama di meja makan.

Tiba-tiba keduanya mendengar suara pintu yang diketuk. Sang suami merasa terganggu dengan itu dan dengan marah ia berkata: “Siapa itu yang datang disaat seperti ini?!”

Sang istri segera berdiri untuk membuka pintu. Di balik pintu ia berdiri dan bertanya: “Siapakah gerangan di balik pintu?”

Sebuah suara dari balik pintu pun menjawab: “Seorang peminta-minta mohon diberi sedikit makanan?”

Sang istri itu kembali menemui suaminya. Sang suami segera saja bertanya: “Siapakah yang di pintu itu?”

“Hanya seorang peminta-minta yang meminta sedikit makanan…,” jawab istri.

Mendengar itu, sang suami tiba-tiba sangat marah. “Apakah orang ini yang mengganggu waktu istirahat kita dan di malam pertama pernikahan kita??!!”

Laki-laki itu segera saja keluar, dan tanpa basa-basi ia memukul tukang minta-minta itu tanpa ampun. Lalu setelah itu, ia mengusir laki-laki malang itu dengan penuh penghinaan.

Pria peminta-minta itupun keluar meninggalkan pekarangan rumah mereka, dan ia masih dalam rasa laparnya yang sangat dalam ditambah luka-luka yang memenuhi sekujur tubuhnya. Dan bukan hanya sekujur tubuhnya, namun juga seluruh kehormatannya…

Lalu pria pengantin baru itu kembali menemui istrinya. Namun perasaannya sudah sangat tidak enak akibat kejadian yang tiba-tiba saja membuyarkan kenikmatan bermesraan berdua bersama istrinya…

Dan tiba-tiba saja, laki-laki ini berubah seperti orang yang kesetanan. Dunia tiba-tiba menjadi sempit dalam perasaannya. Ia keluar dari rumahnya sambil berteriak-teriak seperti orang gila. Ia pergi begitu saja meninggalkan istrinya yang bingung dan ketakutan menyaksikan pemandangan mengerikan yang dialami suaminya, yang tiba-tiba saja meninggalkannya di malam pertama, bulan madunya. Tapi itulah kehendak Allah…


LIMA BELAS TAHUN KEMUDIAN…


Wanita itu sungguh luar biasa. Selama itu ia bertahan dan bersabar. Selama 15 tahun itu, ia tak lagi tahu kemana suaminya pergi dan menghilang. Yah, sejak peristiwa yang sangat menakutkan di malam pertama pernikahan mereka…

15 tahun ia rasa telah cukup.Ia sudah kehilangan harapan. Maka ketika seorang pria datang untuk melamarnya, ia pun menerima lamaran itu. Dan terjadilah kembali sebuah pernikahan dalam hidupnya.

Dan di malam pertama pernikahan mereka, kedua insan yang baru saja terikat dalam ikatan cinta pernikahan itupun duduk bersama di depan meja makan untuk makan malam…

Baru saja mereka akan menikmati hidangan malam itu, tiba-tiba mereka mendengar suara pintu diketuk oleh seseorang. Sang suami pun mengatakan kepada wanita itu: “Istriku, pergilah dan coba lihat siapakah gerangan yang mengetuk pintu rumah kita?”

Wanita itu pun berdiri dan mendekati pintu. Dari balik pintu ia bertanya: “Siapakah gerangan di balik pintu itu?”

“Seorang peminta-minta, Nyonya. Saya kelaparan, saya minta sedikit saja makanan Nyonya,” jawab seorang pria dengan suara yang sangat lemah.

Wanita itupun kembali menemui suaminya. Dan ketika suaminya menanyakan siapa yang di balik pintu itu, ia pun menjelaskan bahwa ada seorang peminta-minta yang kelaparan dan meminta sedikit makanan.

Dengan tersenyum, sang suami mengangkat hidangan yang ada di meja dan mengatakan kepada istrinya: “Baiklah, bawakan untuknya semua makanan ini, dan biarkanlah ia makan sampai ia merasa kenyang. Jika ada yang tersisa, barulah kita akan memakannya, istriku…”

Wanita itupun segera menjalankan apa yang diperintah oleh suaminya. Ia pun membawakan makanan itu kepada pria peminta-minta itu…

Namun tiba-tiba saja, wanita itu kembali dengan tangisan yang tersedu-sedu…

Sang suami bertanya penuh keheranan: “Ada apa denganmu istriku? Mengapa engkau menangis? Apa yang telah terjadi? Apakah peminta-minta itu mengganggumu?”

Dengan air mata yang terus bercucuran wanita itu menjawab: “Tidak, suamiku…”

“Apakah ia mencacimu?”

Wanita itu menjawab: “Tidak, suamiku…”

“Apakah ia menyakitimu?” tanya suaminya sekali lagi.

“Sama sekali tidak, wahai suamiku,” jawabnya tetap sama.

“Lalu mengapa engkau menangis, istriku?” tanya sang suami semakin heran.

Wanita itu pun mulai menjelaskan sebab tangisannya itu:

“Pria peminta-minta yang duduk dan sedang menikmati makanan di depan pintu rumahmu itu adalah pria yang 15 tahun yang lalu pernah menjadi suamiku. Waktu itu, dimalam pertama pernikahanku, seorang peminta-minta datang mengetuk-ngetuk pintu rumah kami. Lalu suamiku keluar menemui dan memukul pria malang itu dengan sangat menyakitkan. Tidak hanya itu, ia kemudian mengusirnya pergi. Setelah itu ia kembali menemuiku di dalam rumah, namun tiba-tiba saja ia seperti kemasukan setan atau jin. Tiba-tiba saja ia keluar seperti orang gila dan pergi tanpa ia tahu kemana ia harus pergi. Dan sejak saat itu, aku tak pernah melihatnya hingga hari ini, dan ternyata dia telah menjadi seorang peminta-minta…”

Dan tiba-tiba saja, sekarang giliran sang suami yang menangis sejadi-jadinya. Kini wanita itu yang penuh keheranan: “Mengapa engkau menangis, suamiku?”

“Apakah engkau kenal dengan siapa pria peminta-minta yang dipukuli oleh suamimu pada malam itu?” tanya pria itu pada istrinya.

“Siapakah dia, suamiku?”

“Akulah pria peminta-minta itu…,” jawab sang suami.

Subhanallah, benar-benar Maha Suci Allah, Tuhan Yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa untuk memberikan balasan yang setimpal. Yang telah membalaskan dendam hamba-Nya yang fakir dan miskin, yang datang dengan kepala tertunduk malu meminta-minta kepada orang lain, sementara rasa lapar memenuhi rongga-rongga tubuhnya. Lalu penderitaan itu ditambah lagi oleh ‘suami pertama’ wanita itu dengan pukulan dan penghinaan…

Tapi Allah tidak akan pernah meridhai sebuah kezhaliman. Ia pun menurunkan balasan-Nya kepada siapa saja yang merendahkan dan menzhalimi seorang insan. Ia akan memberikan ganjaran kepada setiap hamba yang bersabar. Maka dunia pun berputar. Kepada hamba yang miskin itu, Allah karuniakan rizki yang berlimpah. Sementara pria yang zhalim itu dibalas dengan kehilangan akal sehat dan harta bendanya, hingga sekarang justru ia yang meminta-minta kepada orang lain.

Dan Maha Suci Allah, Tuhan Yang Maha Pemurah, yang kemudian mengaruniakan sang wanita shalihah yang bersabar melewati ujian Allah selama 15 tahun. Allah memberikannya pengganti yang jauh lebih baik dari suaminya yang dulu…
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Cukuplah seorang itu dinilai jahat jika dia merendahkan saudaranya sesama muslim” (HR Muslim dari Abu Hurairah)

Dari Watsilah bin al Asqa’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah engkau menampakkan rasa gembira saat saudaramu sesama muslim menderita kesusahan. Hal itu menjadi sebab Allah menyayanginya dan menimpakan cobaan pada dirimu” (HR Tirmidzi no 2506. Hadits ini dinilai hasan gharib oleh Tirmidzi namun dinilai lemah oleh al Albani).

Abdullah bin Mas’ud mengatakan, ‘Bencana itu terjadi gara-gara ucapan lisan. Andai aku mengolok-olok seekor anjing tentu aku khawatir kalau aku diubah menjadi seekor anjing’ (Hasyiyah ash Showi ‘ala Tafsir al Jalalain 4/143, terbitan Dar al Fikr).

Ada salah seorang salaf yang mengatakan, ‘Jika aku melihat seorang yang menetek pada anak kambing lalu aku mentertawakannya tentu aku merasa khawatir andai aku melakukan apa yang dia lakukan’.
*Jagalah apa apa yang keluar dari lidah kita....karena setelah terlepas ia tidak dapat ditarik kembali....

Thursday, October 11, 2012

KISAH AL IMAM ABU HANIFAH DAN ATHEIS

Soalan Pertama

“Pada zaman bilakah Tuhan kamu dilahirkan?”

Al-Imam Abu Hanifah tersenyum lalu menjawab :

“Allah taala tidaklah sesuatu yang dilahirkan. Jika Dia dilahirkan sudah tentu Dia punya bapa, Allah juga tidak melahirkan. Jika Dia melahirkan maka sudah tentu Dia punya anak”

Soalan Kedua

“ Kalau begitu, bilakah pula Tuhan kamu wujud?”

Al-Imam Abu Hanifah seraya menjawab :

“ Allah taala itu wujud sebelum adanya zaman, Sedangkan zaman itu sendiri adalah ciptaanNya , mana mungkin pencipta wujud selepas makhluk ciptaanNya”

Soalan Ketiga

“ Cuba kamu berikan kepada kami sedikit gambaran tentang kewujudan Tuhan kamu yang tiada permulaan ini. Bagaimana mungkin sesuatu itu ada tanpa ada permulaannya?"

Al-Imam Abu Hanifah menjawab :

“ Kamu pandai mengira?”

Kelompok Atheis itu menjawab :

“ Tentu sekali kami pandai mengira”

Al-Imam Abu Hanifah meneruskan ucapannya:

“Bolehkah kamu beritahu aku apakah nombor sebelum nombor 4?”

Mereka menjawab : “ Nombor 3”

Al-Imam Hanifah : “ Nombor sebelum 3?”

Mereka menjawab : “Nombor 2”

Al-Imam Abu Hanifah : “Nombor sebelum 2?”

Mereka menjawab : “Nombor 1”

Al-Imam Abu Hanifah : “ Nombor sebelum 1?”

Mereka menjawab : “Tiada”

Al-Imam Abu Hanifah tersenyum lalu memberikan penerangan :

“Nah, kamu sendiri mengakui bahawa nombor 1 sendiri sebelumnya tiada mulanya. Nombor yang merupakan ciptaan Allah ini sendiri kamu akui bahawa tiada permulaan baginya. Apatah lagi pencipta kepada Nombor itu sendiri?”

Terpinga-pinga kelompok Atheis tersebut dengan jawapan yang padat dan bernas daripada al-Imam Hanifah. Ternyata mereka silap perkiraan bilamana berhadapan dengan anak muda ini. Pada mulanya mereka merasakan bahawa anak muda ini mudah dikalahkan, namun telahan mereka ternyata menyeleweng. Mereka perlu lebih berhati-hati.

Persoalan diteruskan.

Soalan Keempat

“Tahniah anak muda di atas jawapanmu sebentar tadi. Jangan sangka kamu berada di dalam keadaan yang selesa. Baik, tolong kamu terangkan kepada kami, pada bahagian manakah Tuhan kamu mengadap?”

Al-Imam Abu Hanifah : “ Jika aku bawa sebuah pelita yang dicucuh dengan api ke sebuah tempat yang gelap, pada arah manakah cahaya pada api tersebut mengadap?”

Mereka menjawab : “ Cahaya itu tentulah akan menerangi keseluruhan arah”

Al-Imam Abu Hanifah menjawab : “ Jika cahaya yang diciptakannya itu pun kamu semua tidak mampu menerangkan pada arah manakah ia mengadap, inikan pula Sang Pemilik cahaya langit dan bumi ini sendiri?”

Kesemua hadirin yang mendengar jawapan daripada al-Imam Abu Hanifah bersorak kegembiraan . Kagum mereka dengan kepetahan anak muda itu.

Soalan Kelima

“Bolehkah kamu terangkan kepada kami, bagaimana zat Tuhan kamu? Adakah ianya keras seperti besi? Atau jenis yang mengalir lembut seperti air? Atau ianya jenis seperti debu dan asap?"

Al-Imam sekali lagi tersenyum. Beliau menarik nafas panjang lalu menghelanya perlahan-lahan. Lucu sekali mendengar persoalan kelompok Atheis ini. Orang ramai tertunggu-tunggu penuh debaran apakah jawapan yang akan diberikan oleh Sang Anak Muda.

Al-Imam Abu Hanifah menjawab : “Kamu semua tentu pernah duduk disebelah orang yang sakit hampir mati bukan?”

Mereka menjawab : “ Tentu sekali”

Al-Imam meneruskan : “ Bilamana orang sakit tadi mati. Bolehkah kamu bercakap dengannya?”

Mereka menjawab : “ Bagaimana mungkin kami bercakap dengan seseorang yang telah mati?”

Al-Imam meneruskan : “ Sebelum dia mati kamu boleh bercakap-cakap dengannya , namun selepas dia mati, terus jasadnya tidak bergerak dan tidak boleh bercakap lagi. Apa yang terjadi sebenarnya?”

Mereka tertawa lalu memberikan jawapan: “ Adakah soalan seperti ini kamu tanyakan kepada kami wahai anak muda? Tentu sekali seseorang yang mati itu tidak boleh bercakap dan bergerak . Ini kerana ruhnya telah terpisah daripada jasadnya.”

Al-Imam Abu Hanifah tersenyum mendengar jawapan mereka lalu berkata: “Baik, kamu mengatakan bahawa ruhnya telah terpisah daripada jasadnya bukan? Bolehkah kamu sifatkan kepada aku sekarang, bagaimanakah bentuk ruh tersebut. Adakah ianya keras seperti besi, atau ianya mengalir lembut seperti air atau ianya seperti asap dan debu yang berterbangan?”

Tertunduk kesemua Atheis tersebut bilamana mendengar persoalan al-Imam Abu Hanifah tersebut. Ternyata olokan mereka sebentar tadi kembali tertimpa ke atas mereka.

Mereka menjawab dengan keadaan penuh malu : “ Maaf, tentu sekali kami tidak dapat mengetahui bagaimana bentuknya”

Al-Imam Abu Hanifah lalu meneruskan bicaranya: “ Jika makhluknya seperti ruh itu pun kamu tidak mampu untuk menerangkannya kepada aku. Bagaimana mungkin kamu ingin menyuruh aku menerangkan bagaimana bentuk Tuhan Pemilik Ruh serta sekalian alam ini?”

Soalan Keenam

“ Dimanakah Tuhan kamu duduk sekarang?”

Al-Imam Abu Hanifah kembali bertanyakan soalan kepada mereka : “ Jika kamu membancuh susu, tentu sekali kamu mengetahui bahawa di dalam susu tersebut ada terdapat lemak bukan? Bolehkah kamu terangkan kepada saya, dimanakah tempatnya lemak tersebut berada?"

Mereka menjawab : “ Kami tidak dapat menerangkan kepadamu dengan tepat kedudukan lemak di dalam susu tersebut. Ini kerana lemak itu mengambil keseluruhan bahagian susu tersebut.”

Al-Imam Abu Hanifah seraya berkata : “ Kamu sendiri lemah di dalam memberikan jawapan terhadap persoalan aku sebentar tadi. Jika lemak di dalam susu pun tiada tempat yang khusus baginya , masakan pula kamu ingin mengatakan bahawa Tuhan Pemilik Arasy itu ada tempat duduk khusus bagiNya? Sungguh aku pelik dengan persoalan-persoalan kamu ini”

Soalan Ketujuh

“ Kami pelik bagaimana jika masuk ke dalam syurga ada permulaannya ( iaitu selepas dihisab oleh Allah taala di padang Mahsyar) namun bilamana sudah berada di dalamnya maka tiada lagi pengakhirannya ( maksudnya tiada kesudahannya dan akan selama-lamanya di dalam syurga)??”

Al-Imam Abu Hanifah tersenyum lagi lalu menjawab : “ Mengapa kamu pelik dengan perkara tersebut. Cuba kamu lihat pada nombor . Ianya bermula dengan nombor satu bukan? Namun bolehkah kamu terangkan kepada aku apakah nombor yang terakhir di dalam senarai nombor?”

Terkelu kelompok Atheis ini untuk memberikan jawapan. Tentu sekali nombor tiada kesudahannya.

Al-Imam tersenyum melihat kelompok Atheis ini terkebil-kebil tidak mampu memberikan jawapan. Kemudian Beliau menyambung bicaranya : “ Nah , kamu sendiri tidak mampu untuk menerangkan kepadaku apakah nombor terakhir bukan? Jawapannya sudah tersedia di hadapan mata kepala kamu”

Soalan Kelapan

“ Kami ingin bertanya lagi, bagaimana mungkin seseorang di dalam syurga menurut Nabi kamu tidak akan kencing dan berak. Sedangkan mereka juga makan dan minum? Ini adalah perkara yang tidak masuk akal”

Al-Imam Abu Hanifah tenang membetulkan kedudukannya. Lalu beliau menjawab : “ Aku dan kamu sebelumnya pernah berada di dalam perut ibu sebelum dilahirkan bukan? Sembilan bulan di dalam perut ibu, kita juga makan daripada hasil darah ibu kita. Persoalanku, adakah kamu buang air kecil dan besar di dalam perut ibumu? Sedangkan kamu juga makan di dalamnya?”

Sekali lagi kelompok ini terdiam membisu seribu bahasa. Padat sekali jawapan anak muda ini. Akhirnya mereka mengakui bahawa tiada lagi persoalan yang ingin ditanyakan malah kesemuanya telah dipatahkan oleh al-Imam Abu Hanifah dengan penuh berhikmah.

Baghdad kembali berseri selepas peristiwa tersebut. Anak muda itu semakin dikenali malah terus menerus namanya disebut orang sehinggalah ke hari ini. Walau sudah hampir ribuan tahun beliau meninggalkan kita. Namun namanya disebut orang seolah-olah beliau masih hidup di sisi kita. Al-Fatihah buat al-Imam al-A’dzam Abu Hanifah Nu’man bin Thaabit radhiyallahu anhu serta kepada seluruh gurunya dan kesemua muslimin dan muslimat sama ada yang amsih hidup atau yang telah wafat. Al-Fatihah.
*******

Ada juga kisah yang saya dengar bahawa soalan terakhir yang ditanyakan oleh kelompok tersebut kepada Sang Imam bilamana mereka telah mati kutu dan sudah terlampau malu ialah berkenaan : “Jika kamu terlalu bijak , apakah yang dilakukan oleh Tuhanmu sekarang?”

Maka al-Imam menjawab dengan tenang.

“ Sebelum aku memberikan jawapan kepadamu, eloklah kiranya kita bertukar tempat. Ini kerana kamu berada pada tempat yang tinggi sedang aku berada di bawah.Jawapan hanya boleh diberikan bilamana aku berada di atas mengambil alih tempatmu”

Athies itu lalu bersetuju dengan cadangan al-Imam tersebut. Lalu mereka bertukar tempat. Al-Imam naik ke atas, manakala sang Atheis turun ke bawah.

Bilamana al-Imam sudah berada di atas . Terus beliau menjawab : “ Kamu bertanya sebentar tadi apakah yang Tuhanku lakukan sekarang bukan? Jawapannya ialah, Tuhanku sedang meninggikan yang Haq (dengan menaikkan al-Imam ke atas ) dan menurunkan yang Batil (dengan menurunkan Atheis tersebut ke bawah)

-qarl muhd-

Thursday, October 4, 2012

Kisah anak soleh di zaman nabi Musa

Nabi Musa adalah satu-satunya Nabi yang boleh bercakap terus dengan Allah S.W.T Setiap kali dia hendak bermunajat, Nabi Musa akan naik ke Bukit Tursina. Di atas bukit itulah dia akan bercakap dengan Allah.Nabi Musa sering bertanya dan Allah akan menjawab pada waktu itu juga.

Inilah kelebihannya yang tidak ada pada nabi-nabi lain. Suatu hari Nabi Musa telah bertanya kepada Allah. "Ya Allah, siapakah orang di syurga nanti yang akan berjiran dengan aku?". Allah pun menjawab dengan mengatakan nama orang itu, kampung serta tempat tinggalnya. Setelah mendapat jawapan, Nabi Musa turun dari Bukit Tursina dan terus berjalan mengikut tempat yang diberitahu.

Setelah beberapa hari di dalam perjalanan akhirnya sampai juga Nabi Musa ke tempat berkenaan. Dengan pertolongan beberapa orang penduduk di situ, beliau berjaya bertemu dengan orang tersebut. Setelah memberi salam beliau dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu. Tuan rumah itu tidak melayan Nabi Musa. Dia masuk ke dalam bilik dan melakukan sesuatu di dalam. Sebentar kemudian dia keluar sambil membawa seekor babi betina yang besar. Babi itu didukungnya dengan cermat. Nabi Musa terkejut melihatnya. "Apa hal ini?, kata Nabi Musa berbisik dalam hatinya penuh keheranan. Babi itu dibersihkan dan dimandikan dengan baik. Setelah itu babi itu dilap sampai kering serta dipeluk cium kemudian dihantar semula ke dalam bilik. Tidak lama kemudian dia keluar sekali lagi dengan membawa pula seekor babi jantan yang lebih besar. Babi itu juga dimandikan dan dibersihkan. Kemudian dilap hingga kering dan dipeluk serta cium dengan penuh kasih sayang. Babi itu kemudiannya dihantar semula ke bilik. Selesai kerjanya barulah dia melayan Nabi Musa. "Wahai saudara! Apa agama kamu?". "Aku agama Tauhid", jawab pemuda itu iaitu agama Islam. "Habis, mengapa kamu membela babi?

Kita tidak boleh berbuat begitu." Kata Nabi Musa. "Wahai tuan hamba", kata pemuda itu. "Sebenarnya kedua babi itu adalah ibubapa kandungku. Oleh kerana mereka telah melakukan dosa yang besar, Allah telah menukarkan rupa mereka menjadi babi yang hodohrupanya. Soal dosa mereka dengan Allah itu soal lain. Itu urusannya dengan Allah. Aku sebagai anaknya tetap melaksanakan kewajipanku sebagai anak. Hari-hari aku berbakti kepada kedua ibubapaku sepertimana yang tuan hamba lihat tadi.

Walaupun rupa mereka sudah menajdi babi, aku tetap melaksanakan tugasku.", sambungnya. "Setiap hari aku berdoa kepada Allah agar mereka diampunkan. Aku bermohon supaya Allah menukarkan wajah mereka menjadi manusia yang sebenar, tetapi Allah masih belum memakbulkan lagi.", tambah pemuda itu lagi. Maka ketika itu juga Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa a.s.

'Wahai Musa, inilah orang yang akan berjiran dengan kamu di Syurga nanti, hasil baktinya yang sangat tinggi kepasa kedua ibubapanya. Ibubapanya yang sudah buruk dengan rupa babi pun dia berbakti juga. Oleh itu Kami naikkan maqamnya sebagai anak soleh disisi Kami." Allah juga berfirman lagi yang bermaksud : "Oleh kerana dia telah berada di maqam anak yang soleh disisi Kami, maka Kami angkat doanya. Tempat kedua ibubapanya yang Kami sediakan di dalam neraka telah Kami pindahkan ke dalam syurga." Itulah berkat anak yang soleh. Doa anak yang soleh dapat menebus dosa ibubapa yang akan masuk ke dalam neraka pindah ke syurga.

Ini juga hendaklah dengan syarat dia berbakti kepada ibubapanya. Walaupun hingga ke peringkat rupa ayah dan ibunya seperti babi. Mudah-mudahan ibubapa kita mendapat tempat yang baik di akhirat kelak. Walau bagaimana buruk sekali pun perangai kedua ibubapa kita itu bukan urusan kita, urusan kita ialah menjaga mereka dengan penuh kasih sayang sebagaimana mereka menjaga kita sewaktu kecil hingga dewasa. Walau banyak mana sekali pun dosa yang mereka lakukan, itu juga bukan urusan kita, urusan kita ialah meminta ampun kepada Allah S.W.T supaya kedua ibubapa kita diampuni Allah S.W.T.

Doa anak yang soleh akan membantu kedua ibubapanya mendapat tempat yang baik di akhirat, inilah yang dinanti-nantikan oleh para ibubapa di alam kubur. Erti sayang seorang anak kepada ibu dan bapanya bukan melalui hantaran wang ringgit, tetapi sayang seorang anak pada kedua ibubapanya ialah dengan doanya supaya kedua ibubapanya mendapat tempat yang terbaik di sisi Allah...
-f.e-